Kab. Cianjur, MetroLimaTV.
Fenomena meningkatnya minat masyarakat terhadap pendidikan nonformal melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) semestinya menjadi sinyal positif bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Namun, di balik geliat itu, muncul dugaan aroma tak sedap dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di salah satu PKBM di wilayah selatan Kabupaten Cianjur.
Adalah PKBM Bintang Madani, beralamat di Kampung Gugunungan RT 07 RW 02, Desa Kertajati, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, yang kini menjadi sorotan publik. Lembaga pendidikan nonformal yang dipimpin Abdul Muti Husni itu diduga kuat melakukan manipulasi data peserta didik demi memperbesar nominal pencairan dana BOP yang bersumber dari pemerintah pusat.
Dari hasil investigasi awak MetroLimaTV, ditemukan indikasi bahwa sebanyak 71 siswa yang sebenarnya telah lulus dari sekolah formal (SMA/SMK), kembali didaftarkan sebagai peserta didik aktif di PKBM Bintang Madani. Langkah ini diduga sengaja dilakukan untuk memperbanyak jumlah siswa dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dengan tujuan meningkatkan nominal bantuan yang diterima.
Mengacu pada ketentuan, besaran BOP per siswa mencapai Rp1.830.000 per tahun. Maka, jika dikalikan dengan jumlah siswa fiktif tersebut, potensi dana yang tidak semestinya diterima mencapai angka fantastis:
📊
Rp1.830.000 × 71 siswa = Rp129.930.000 per tahun
Dikalikan 2 tahun (2023–2024) = Rp259.860.000
Ditambah tahap awal tahun 2025 sebesar Rp64.965.000
👉 Total potensi kerugian negara: Rp324.825.000
Angka ini tentu bukan sekadar hitungan di atas kertas. Jika benar adanya, maka tindakan tersebut bukan hanya merugikan keuangan negara, namun juga merampas hak pendidikan peserta didik yang secara tidak sadar masih tercatat aktif di sistem Dapodik. Akibatnya, mereka terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, karena data mereka masih “terkunci” sebagai siswa aktif di PKBM tersebut.
Seorang narasumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkap, sebagian besar dari 71 siswa itu sudah memiliki ijazah resmi SMA/SMK, dan tidak lagi membutuhkan layanan kesetaraan. Namun, nama-nama mereka tetap dicantumkan untuk kepentingan pencairan dana BOP.
> “Ini permainan data. Lembaga sengaja mendaur ulang nama-nama siswa lama agar dapat dana tambahan. Nilainya bisa mencapai ratusan juta,” ungkap sumber kepada MetroLimaTV.
Dugaan manipulasi seperti ini sudah semestinya mendapat perhatian serius dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, termasuk Inspektorat Daerah, bahkan aparat penegak hukum. Sebab, tindakan semacam itu tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga berpotensi menjerat pelaku pada pasal tindak pidana korupsi.
Publik kini menanti langkah nyata pemerintah daerah dalam menelusuri kebenaran dugaan tersebut. Jika benar terbukti, maka kasus PKBM Bintang Madani ini dapat menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan nonformal di Kabupaten Cianjur.
Pada akhirnya, dana BOP bukanlah milik lembaga, melainkan amanah rakyat. Setiap rupiah yang diselewengkan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan masa depan pendidikan bangsa. Mulyadi